
Beberapa tahun terakhir muncul perhatian terhadap sebuah fenomena baru di kalangan remaja kota besar di Indonesia yang dikenal dengan istilah chemsex. Chemsex merujuk pada penggunaan narkoba untuk meningkatkan pengalaman seksual dalam kelompok atau acara tertentu. Tren ini sebelumnya lebih sering terjadi di luar negeri, tetapi kini mulai masuk ke Indonesia, terutama karena pengaruh media sosial dan aplikasi kencan.
Dalam chemsex, narkoba seperti metilon, ekstasi, atau sabu sering digunakan. Obat-obatan ini dipercaya mampu memperpanjang durasi aktivitas seksual, meningkatkan energi, dan mengurangi rasa malu atau hambatan psikologis. Banyak remaja terjebak dalam gaya hidup ini karena rasa ingin tahu atau tekanan dari pergaulan mereka. Beberapa bahkan merasa harus mencobanya agar diterima dalam kelompok tertentu.
Yang membuat chemsex sangat berbahaya adalah sifatnya yang tersembunyi. Biasanya, kegiatan ini dilakukan di tempat privat, seperti apartemen atau rumah kos, sehingga sulit diketahui oleh masyarakat atau aparat. Selain itu, kegiatan ini sering diatur melalui grup online atau aplikasi kencan, sehingga semakin sulit untuk dilacak.
Bahaya chemsex tidak hanya terkait dengan penyalahgunaan narkoba, tetapi juga risiko kesehatan lainnya. Penggunaan narkoba dalam aktivitas seksual meningkatkan kemungkinan terjadinya perilaku berisiko, seperti tidak menggunakan alat kontrasepsi. Hal ini dapat memicu penyebaran penyakit menular seksual (PMS), termasuk HIV/AIDS. Selain itu, kombinasi narkoba dan aktivitas seksual yang berlebihan dapat membebani tubuh secara ekstrem, meningkatkan risiko serangan jantung atau kerusakan organ lainnya.
Dampak chemsex juga sangat berat secara psikologis. Banyak remaja yang merasa bersalah, cemas, atau bahkan trauma setelah terlibat dalam kegiatan ini, terutama jika mereka merasa dipaksa atau ditekan untuk ikut serta. Selain itu, lingkaran kecanduan narkoba yang muncul dari chemsex sering kali menghancurkan hubungan sosial, pendidikan, dan masa depan mereka.
Untuk mencegah penyebaran chemsex di kalangan remaja, diperlukan pendekatan yang modern dan relevan. Edukasi di sekolah tentang bahaya chemsex sangat penting, tidak hanya mengenai dampak narkoba, tetapi juga risiko kesehatan dan perilaku seksual yang berisiko. Selain itu, teknologi juga bisa dimanfaatkan untuk memantau dan menghentikan grup atau konten online yang mempromosikan chemsex. Kampanye melalui media sosial yang melibatkan influencer yang berpengaruh di kalangan remaja dapat membantu menyebarkan kesadaran akan bahaya tren ini.
Orang tua juga memiliki peran besar. Dengan menjalin hubungan yang penuh kepercayaan dan komunikasi yang terbuka, mereka dapat membantu anak-anak merasa nyaman untuk berbicara tentang tekanan sosial yang mereka alami. Alih-alih langsung menghakimi, orang tua sebaiknya memberikan dukungan dan informasi yang benar agar anak-anak dapat membuat keputusan yang lebih bijak.
Chemsex adalah tantangan baru yang sulit terdeteksi tetapi sangat merusak. Fenomena ini menunjukkan bahwa penyalahgunaan narkoba terus berkembang sesuai dengan perubahan gaya hidup dan teknologi. Dengan kombinasi edukasi, pengawasan teknologi, dan dukungan dari keluarga serta masyarakat, kita dapat melindungi remaja Indonesia dari ancaman ini dan memastikan masa depan mereka tetap cerah.
Source:
https://pph.atmajaya.ac.id/publikasi/aids-2024-chemsex-intervention-indonesia/