
Penulis : Wahyu Hasni Ilmi, S.Psi., M.Psi., Psikolog Klinis
Permasalahan penyalahgunaan narkoba masih sebagai permasalahan di Indonesia, serta penyalahgunaan narkoba rentan dicoba oleh seluruh golongan umur. Kasus penyalahgunaan NAPZA terjadi disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor eksternal. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri klien antara lain masalah dalam keluarga klien, adanya lingkungan yang menggunakan NAPZA, hingga adanya permasalah dengan ekonomi. Menurut teori yang ada, banyak orang yang mengkonsumsi nakoba karena teman sebaya atau karena tekanan dari orang tua (Nevid, Gratus & Greene, 2003). Selain faktor eksternal, maka ada juga faktor internal yang dapat memicu seseorang menggunakan NAPZA.
Faktor internal seeorang menggunakan NAPZA antara lain rasa ingin keingintahuan individu untuk mencoba, keinginan untuk bersenang-senang, mengikuti trend atau bahkan mengikuti idola, keinginan untuk diterima oleh lingkungan atau kelompok atau bahkan perilaku menghindar dari masalah dan tidak menyelesaikan masalah tersebut. Orang yang mengalami masalah yang berasal dari internal dan eksternal rentan mengalami kecanduan NAPZA karena hampir semua jenis NAPZA akan mengaktifkan dopamine yang bisa mengontrol rasa senangُ Sehingga narkoba juga dianggap sebagai jalan keluar masalah. Apabila seseorang sudah kecanduan terhadap NAPZA, maka satu-satunya jalan agar bisa pulih adalah dengan menjalani proses rehabilitasi.
Proses rehabilitasi yang dijalani oleh para penyalahguna NAPZA tentu saja akan berbeda-beda antara satu korban dengan koban lainnya. Ada yang melakukan proses pemulihan dengan cukup mudah dan cepat, namun ada juga yang membutuhkan waktu yang cukup lama atau bahkan dengan beberapa kali menggunakan kembali (slip). Oleh sebab itu tidak mengherankan apabila ada beberapa klien yang tidak menyelesaikan proses rehabilitasi karena tidak yakin akan kemampuan dirinya dalam pulih. Ada banyak faktor yang mempengaruhi proses pemulihan dalam program rehabilitasi, salah satunya adalah dukungan keluarga.
Dukungan keluarga adalah faktor yang berperan sangat besar dalam proses pemulihan. Keluarga merupakan lingkungan awal yang membentuk dan bahkan memberikan kenyamanan. Apabila keluarga tidak terlalu perduli, maka akan menyebabakn korban penyalahguna menjadi sedikit sulit untuk mengalami pemulihan karena rendahnya motivasi. Beberapa hal yang kerap ditemukan saat melakukan rehabilitasi pada korban penyalahgunaan NAPZA antara lain, merasa jarang dikunjungi oleh keluarga karena keluarganya sangat sibuk bekerja, bahkan orang tuanya tidak mengantarkannya ketempat rehabilitasi, jarang berdiskusi dengan keluarga ketika ingin melakukan sesuatu, jarang mengungkapkan pujian dan dorongan, lebih sering mendapatkan amarah dan perilaku kasar secara verbal. Hal ini sejalan dengan temuan Lasmana dan Valentina (2015) bahwa keluarga adalah faktor penting dalam peoses pemulihan. Adapun perilaku yang ditunjukkan oleh keluarga dapat mengurangi motivasi dan kepercayaan diri seorang korban untuk pulih. Dalam psikologi, kemampuan seseorang untuk pulih dari keterpurukan dinamakan resiliensi.
Resilensi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk bangkit kembali atau pulih dari stres, mampu beradaptasi dengan keadaan stres ataupun kesulitan (Smith dkk, 2008). Resilensi juga dipandang sebagai ukuran keberhasilan kemampuan coping stress (Connor & Davidson, 2003). Berdasarkan pendapat ini, maka dapat disimpulkan bahwa resiliensi merupakan suatu usaha dari individu sehingga mampu beradaptasi dengan baik terhadap keadaan yang menekan, sehingga mampu untuk pulih dan berfungsi optimal dan mampu melalui kesulitan.
Resiliensi juga sangat dibutuhkan oleh para korban penyalahgunaan NAPZA. Hal ini dikarenakan dengan adanya resiliensi maka para korban dapat dengan mudah untuk bangkit dari keterpurukannya akibat dari penggunanaan NAPZA. Korban penyalahgunaan yang memiliki sikap resiliensi yang tinggi akan mampu untuk mempertahankan pola hidup yang sober, mampu untuk mengelola emosi, mengatur pikiran dan perilaku positif lainnya. Salah satu cara untuk meningkatkan sikap resiliensi seorang korban penyalahgunaan NAPZA adalah dengan peran keluarga dan dukungan keluarga dalam proses rehabilitsi berlangsung.
Beberapa penelitian yang menunjukkan adanya peningkatan resiliensi pada korban penyalahgunaan NAPZA akibat dari adanya dukungan keluarga antara lain, penelitian yang dilakukan oleh Maulinda (2020) menemukan bahwa semakin tinggi dukungan keluarga maka akan semakin tinggi tingkat resiliensi mantan pecandu narkoba. Selain itu hasil penelitian yang dilakukan oleh Merinda (2021) juga membuktikan bahwa resiliensi juga dapat dengan mudah ditingkatkan jika adanya dukungan sosil dan keluarga jika dibandingkan dengan para korban penyalahgunaan yang tidak memiliki dukungan sosial dan dukungan keluarga. Berdasarkan pemaparan di atas maka sikap resiliensi bisa ditingkatkan dengan adanya dukungan keluarga dan dukungan sosial. Adanya dukungan keluarga diharapkan membantu korban untuk cepat pulih dan produktif. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat. Sekian dan terima kasih. Assalamu’alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera kepada kita semua.
Daftar Pustaka
Connor, K. M., & Davidson, J. R. T. (2003). Development of a New Resilience Scale: The Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC). Journal of Depression and Anxiety. 18. 76-82.
Maulinda, M. A. (2020). Peran Dukungan Keluarga Terhadap Resiliensi Peserta rehabilitasi Narkoba Di Kota Palembang. Skripsi
Merinda. L. N. (2021). Dukungan Sosial Pecandu Narkoba Di Desa Cijeruk, Bogor, Jawa Barat. Skripsi
Nevid, S.F, Rathus, A.S., Greene, B. (2003). Psikologi Abnormal Edisi Kelima. Erlangga: Jakarta.
Smith, A. et al, (2000). The Scala of Occupational Stress : The Bristol Stress and Health at Work Study. Health and Safety Axecutive. U.K.