Skip to main content
Artikel

STIGMA PADA PENYALAHGUNA NARKOTIKA (part 1)

Dibaca: 264 Oleh 11 Mei 2021Tidak ada komentar
STIGMA PADA PENYALAHGUNA NARKOTIKA (part 1)
#BNN #StopNarkoba #CegahNarkoba

Penulis :

Ayu Wardani, M.Psi, Psikolog
Psikolog Klinis Ahli Pertama BNNP NTB

 

Tahukah kamu? Hampir semua klien yang telah menyelesaikan program rehabilitasi, ketika konselor melakukan proses pemantauan ke rumah (home visit) mengeluhkan rasa ketidaknyamanan, rasa marah, serta rasa kecewa disebabkan penilaian dan perilaku negatif orang lain (terutama keluarga) terhadap mereka. Beberapa contohnya antara lain label dan sebutan pecandu, kalimat-kalimat yang negatif seperti perusak, tidak bertanggung jawab, tidak tahu diri, pencuri, dan lain sebagainya. Hal ini disebut dengan stigma. Lalu, apa itu STIGMA?

Stigma seperti stempel negatif yang dilekatkan kepada seseorang karena adanya kondisi tertentu pada orang tersebut, yang membuat mereka dianggap berbeda. Mereka dinilai dari atribut atau karakteristik tertentu, tidak lagi dianggap sebagai pribadi yang kompleks. Sebagai contoh adalah mantan penyalahguna narkotika, dimana atribut sebagai penyalahguna narkotika masih terus menempel meskipun sudah pulih dan tidak lagi menyalahgunakan narkotika. Keluarga atau masyarakat tidak melihat individu secara utuh.

Proses melabel stigma dapat terjadi secara terbuka dan terlihat jelas, seperti menghindari interaksi sosial, penolakan untuk terlibat dalam kegiatan sosial, perilaku dan sikap tidak menghargai, mengacuhkan kehadiran / keberadaan seseorang, sikap merendahkan dan menjadikan bahan olokan. Proses stigma juga bisa tidak kentara, misalnya ekspresi nonverbal seperti menghindari kontak mata, nada suara dan cara bicara yang tidak menyenangkan, ataupun sikap dan perilaku lainnya yang menimbulkan ketidaknyamanan dan ketegangan dalam diri individu yang dilabel dengan stigma. Stigma terkait narkotika dapat bersumber dari penyalahguna itu sendiri (stigma diri / stigma internal), maupun dari masyarakat terhadap penyalahguna narkotika (stigma eksternal).

Stigma internal adalah penilaian atau sikap terhadap dirinya sendiri berhubungan dengan keadaannya yang disebut juga dengan self stigma, yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

  1. Persepsi diri (perception of self), persepsi diri mulai muncul bersamaan dengan tilikan dan kognitif yang mulai membaik, yang cenderung low self esteem karena menyadari kondisinya.
  2. Self –exclution / menarik diri dari upaya perawatan.
  3. Penarikan sosial (social withdrawal), karena keadaannya mengurangi aktivitas dengan lingkungan sosialnya.
  4. Kompensasi berlebihan (over compensation ), seperti menghukum diri sendiri secara berlebihan.
  5. Takut diketahui (Fear of disclosure), adanya perasaan takut diketahui oleh orang lain atau kelompok lain untuk menghindari penolakan karena mengetahui keadaan dirinya.

Stigma eksternal yaitu seseorang atau sekelompok orang (termasuk keluarga sendiri) yang memberikan penilaian atau sikap negatif terhadap individu, meliputi perilaku :

  1. Menghindar (Avoidance), dihindari karena kondisinya oleh lingkungan, tidak dilibatkan dalam kegiatan masyarakat atau acara keluarga, dll.
  2. Penolakan (rejection), dalam hubungan interaksi sosial tertentu, kecenderungan pengguna narkotika tidak akan diterima termasuk mencari pekerjaan.
  3. Penghakiman moral (moral judgement), mereka dianggap sebagai kutukan, kriminal, penjahat, oleh karena kesalahan mereka sendiri.
  4. Berhubungan dengan label (stigma of association), pemberian tanda atau label yag diberikan oleh individu atau kelompok lain yang berhubungan dengan kondisi yang pernah dialaminya, seperti label pecandu yang terus melekat meskipun sudah pulih.
  5. Keengganan (unwillingless), dimana seseorang atau sekelompok orang enggan menjalin interaksi dan menjaga jarak sosial.
  6. Pembedaan (discrime), individu yang dilabel stigma dibedakan dalam kesempatan bekerja atau berinteraksi di lingkungannya.
  7. Penganiayaan (abuse), situasi yang cukup ektrem akan dialami seperti tindakan penganiayaan baik verbal maupun fisik oleh orang lain.

Perlu diketahui bahwa stigma menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan ex-addict kembali menggunakan narkotika (slip, relaps). Kita sudah mengetahui bahwa rehabilitasi merupakan proses pemulihan yang berlangsung seumur hidup (lihat artikel AKHIR PERJALANAN REHABILITASI). Dan dalam proses mempertahankan pemulihan, mantan penyalahguna yang telah menyelesaikan program rehabilitasi akan dihadapkan pada resiko relaps (lihat artikel AKU… JATUH LAGI). Olah karena itu, mantan penyalahguna perlu menangani dan menghadapi setiap faktor yang beresiko pada perilaku kembali menggunakan narkotika, termasuk stigma, baik stigma diri maupun stigma sosial (termasuk stigma dari keluarga).

Lalu, bagaimana cara menghadapi stigma ?

Sumber :

Thornicroft, G., Brohan, E., Kassam, A., & Lewis-Holmes, E. (2008). Reducing stigma and discrimination: Candidate interventions. International Journal of Mental Health Systems

Mann, C., Himelein, M. (2004). Factors associated with stigmatization of persons with mental illness. Psychiatric Services.

Watson, A.C., Cooper, A.E., & Corrigan, P.W. (2003). Mental illness stigma and care seeking. Journal of Nervous and Mental Disease.

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel